Senin, 21 Januari 2013

NYANYIAN SUKMA


NYANYIAN SUKMA
Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
Sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
Ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.


Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.


Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.

Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah Yang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?

Kahlil Gibran - ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman

 

Minggu, 20 Januari 2013

Karawang - Bekasi


KARAWANG - BEKASI
Karya: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Bencana Lumpur Panas Lapindo


Menurut R. Bintarto, geografi adalah studi yang mempelajari hubungan kusal gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan bumi. Kajian secara fisik maupun mencakup mahluk hidup beserta permasalahannya. Kajian dilakukan melalui pendekatan keuangan, ekologi, regional untuk kepentingan, proses, dan keberhasilan program. Atas definisi tersebut saya akan mencoba membahas tentang bencana lumpur lapindo
             
Ditanah siduarjo inilah berdiri Lapindo Brantas Inc. Asal mula munculnya lumpur panas di Sidoarjo terkait erat dengan pola pengusahaan pertambangan gas oleh sebuah kekuatan korporasi yang bernama Lapindo Brantas Inc. Mud Volcano. Gas adalah salah satu sumber energi yang berasal dari dalam bumi.
Pada proses awal, gas alam terbentuk dari hasil dekomposisi zat organik oleh mikroba anaerobik. Mikroba yang mampu hidup tanpa oksigen dan dapat bertahan pada lingkungan dengan kandungan sulfur yang tinggi. Pembentukan gas alam secara biologis ini biasanya terjadi pada rawa, teluk, dasar danau dan lingkungan air dengan sedikit oksigen. Proses ini mmembentuk gas alam pada kedalaman 760 sampai 4880 meter akan tetapi pada kedalaman dibawah 2900 meter, akan terbentuk wet gas (gas yang mengandung cairan hydrocarbon). Proses jenis ini menempati 20 persen keseluruhan cadangan gas dunia.
Proses Thermal Pada kedalaman 4880 meter, minyak bumi menjadi tidak stabil sehingga produk utama hydrocarbon menjadi gas metan. Gas ini terbentuk dari hasil cracking cairan hydrocarbon yang ada disekitarnya. Proses pembentukan minyak bumi juga terjadi pada kedalaman ini, akan tetapi proses pemecahannya menjadi metan lebih cepat terjadi.
Sebenarnya, pembentukan gas alam dari bahan inorganik juga dapat terjadi. Walaupun ditemukan pada jumlah yang tidak banyak, gas metan terbentuk dari batuan awal lapisan pembentuk bumi dan jenis meteorit yang mengandung bayak kabon (carbonaceous chondrite type).
Gas mulia (He dan Ar) yang ditemukan bersama gas alam adalah produk hasil dari disintegrasi radioaktif alam. Helium berasal dari thorium dan keluarga uranium sedangkan argon berasal dari potassium. Gas-gas ini kemungkinan besar sama-sama terjebak oleh lingkungan pada gas alam.
Setelah kita tahu asal usul gas, saya akan mulai mencoba untuk membahas tentang terjadinya bencana alan lumpur panas lapindo.

Penyebab terjadinya Bencana alam lumpur panas lapindo, setidaknya ada 3 aspek yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Pertama, adalah aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi dibalik gempa tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur adalah gempa Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya. Argumen tersebut lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimen yang ada pasir- lempung, bukan pada kedalaman 2.000 - 6.000 kaki.

Kedua, aspek ekonomis. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi under ground blow out, lumpur yang ada diperut bumi menyembur keluar tanpa kendali.

Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha eksplorasi atau eksploitasi, Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumber daya alam (SDA) “dijual” kepada swasta / individu.Orientasi profit yang menjadi para digma korporasi menjadikan manajemen korporasi butah akan hal – hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat ,bahkan hingga bencana ekosistem.

Bencana Lumpur Panas Lapindo sudah memasuki tahun ke 6 namaun dampak lingkungan akibat luapan lumpur panas lapindo masih belum disikapi dengan layak oleh para petinggi Lapindo Brantas Inc.
Dampak tersebut antara lain: terjadinya perubahan wilayah dari wilayah persawahan dan pemukiman akan menjadi danau lumpur. Penurunan tanah sedalam 1 meter dan terus menurun dengan percepatan 1,5cm perhari. Luapan lumpur yang mengeluarkan material (lumpur dan air) yang dikeluarkan sebesar 126.000m3 perhari, dan tinggi semburan mencapai 15m dari atas permukaan tanah. Sejak letusan pertama tidak ada tanda bahaya yang memperingatkan masyarakat sekitar sumur. Sosialisasi dilakukan Lapindo yang menyesatkan karena menyampaikan tidak akan ada bahaya dari luapan lumpur yang terjadi. 27 perusahaan tutup, 40 UKM tutup, 1.700 buruh menganggur, 241ha sawah produktif hancur, 1.810 rumah penduduk tenggelam dengan kerugian material diperkirakan sebesar Rp3trilyun, dan masih akan bertambah. Semoga saja masalah lumpur lapindo segera teratasi.